RAMADHAN BOB
Delapan puluh lima sentimeter tingginya berpadu dengan
lebar sekitar tiga puluh sentimeter.
Dengan bentuk wajah berbentuk oval yang nyaris bulat. Bibirnya yang
merah sedang asyik menerima timpahan pasta. Matanya yang memang sudah sipit
menjadi semakin tidak terbuka saking menikmati tarian salsa saos pasta special
buatan mami selepas magrib tadi. Mami dan Papi habis dibuat tertawa saja
melihat tingkah anak bungsunya yang satu ini. Sedangkan Sista Sheilla sibuk
menggerutu karena sebagian pastanya raib juga dilahap Bob.
“Bob, nikmatilah sajah pasta ityu sesukah
hatimuh, because tomorrow kitha akhan berpuasah!” celoteh Sista Sheilla yang
suka meniru gaya
bicara Cinta Laura. Bob yang baru saja memasuki kelas satu sekolah dasar ini
tak menghiraukan apa yang dikatakan oleh sistanya, ia terlampau sibuk memilin pasta-pasta itu dengan garpu.
“Bob?” panggil mami.
“Bob kan
sudah mulai besar, lusa kita akan memasuki bulan suci Ramadhan, Bob mau kan belajar puasa?”
Dengan mulut yang penuh dengan pasta Bob
menjawab, “Tapi kan,
Bob masih kecil, Mi, baru umur enam tahun,” sambil mengangkat jari kelingking,
jari manis dan jari tengah kiri dan kanannya.
“Lho justru dari kecil harus berlatih
puasanya,”
“Nanti kalau Bob jadi kurus gimana?
Nggak ada lagi yang bakal suka dengan Bob, Mi. Atau gimana kalau Bob nanti
pingsan lalu mati kelaparan?” ngelesnya lebay.
“Hahaha, justruh ketikha khau dewasa
nanti, orang-orang akan mencemoohmu, because khau terlampau genduth.
Berpuasalah jadi khau bisah memiliki tubuh ideal seperti sistamu ini!” serang
Sista Sheilla sambil menunjukkan tubuhnya yang setebal papan selancar itu.
“Hustt, tak baik Sista, memainkan Bob
seperti itu!” sambil melirikan mata mami yang tajam. “Bob, kita wajib berpuasa
karena ini perintah Tuhan kita, Alloh subhanallahu wata’ala! Selain itu, puasa
tidak akan membuatmu mati kelaparan justru akan menyehatkanmu.”
Suapan terakhir pastanya membuat Bob
mengambil keputusan, “Ehmm..biar malam ini Bob coba pikirkan dulu, Mi, Pi..”
***
Puasa pertama sungguh menjadi tekanan
batin tersendiri untuk Bob. Karena ini baru tahun kedua keluarganya mencoba
berpuasa semenjak Papi dan Mami memilih untuk menjadi seorang mualaf. Baru
mengekorlah Sista Sheilla dan Bob hari itu juga untuk melafadzkan syahadat.
“HELP, Mi..! Bob sudah nggak kuat!”
eluhnya sambil mengibarkan sarung bantalnya yang berwarna putih.
“Tapi ini baru jam sepuluh pagi, Bob.
Ayo, anak mami pasti kuat, pasi bisa!!” motivasi Mami yang berdarah Chinese ini
tujuh belas tahun lalu diperistri oleh Papi yang berasal dari Australia.
Tanpa mampu banyak melawan, Bob hanya berkekuatan untuk terkapar di atas pulau
kapuknya.
Kumandang adzan bergema di seantero
Kompleks Rivarisa ini. Bob seketika bangun dengan penuh semangat. Lalu berlari
sekuatnya kearah dapur dan membuka pintu lemari es. Pucuk dicinta bulanpun
tiba, begitulah kiranya perasaan Bob saat ini ketika berhadapan dengan
secangkir es lemon tea. Tanpa basmalah ia teguk air es itu sekaligus tanpa
jeda.
“Booobbb! Apha yang khau lakukhan?” jerit Sista Sheilla dari pintu dapur lalu
menyusul mami dengan mukenanya.
“Sista, di luar sudah berkumandang
adzan, bukankah sudah saatnya berbuka?”
“Yes, di luar memang syudah adzan taphi
adzan dzuhur, Bob!”. Gubraks!
***
Hari kedua berpuasa Bob kapok kemarin
membatalkan puasa. Selepas solat tarawih di masjid semalam Mami tidak
memberikan jatah bonus desert pudding coklat kesukaan Bob. Kontrak puasa yang
sudah disetujui oleh Bob, Mami, Papi, dan Sista. Apabila Bob tidak full puasa maka Bob tidak akan
mendapatkan bonus dari Mami berupa desert makan malam, uang jajan tambahan dari
Papi dan jatah main games dari Ipod Sista Sheilla.
Aduhh..mengapa
perut ini selalu berteriak ketika jarum jam menunjukkan angka 10 dan 12..Bob
harus tahan! Demi desert Mami, uang jajan tambahan dari Papi, dan Ipod Sista...
Batin Bob. Selanjutnya Bob lanjutkan dalam mimpi.
“Bob.. bangun..solat dzuhur yuk..!”
suara mami lembut. Namun Bob masih asyik dengan mimpi-mimpi indahnya.
“Bob, sudah hampir jam dua lewat, nanti
ketinggalan solat dzuhurnya..” bujuk mami lagi. Mulut Bob sudah mulai bersuara
dengan awalan kecapan lidah yang tidak jelas.
“Bob lemas, Mi.. Bob nggak kuat ke
kamar mandi untuk wudhu apalagi solat..”
“Lho kok jawabnya gitu, bangun yuk anak
mami sayang.. mami gendong deh ke kamar mandinya.. hayo!” rayu mami lagi. Bob
pun merelakan tangannya ditarik mami ke leher depannya untuk selajutnya badan
Bob digendong ke belakang badan mami.
“Nah.. udah sampai kamar mandi deh,
hayoo ambil wudhunya!”
Bob berusaha juga untuk mengumpulkan
nyawanya ketika kaki kanan dan kirinya sudah menyentuh lantai kamar mandi yang
basah. Bob pun membuka keran air yang munyil tepat sejajar dengan matanya. Dengan
tubuh yang masih sempoyongan ia mencuci tangannya dan mengambil sedikit air
untuk dibasuh ke wajahnya. Usai itu seperti biasa yang diajarkan Mami ia mulai
dengan rukun sunnah wudhunya, membasuh tangan dilanjutkan dengan
berkumur-kumur. Pada saat kumuran pertama seluruhnya dikeluarkan semua kembali,
kumuran kedua Bob mulai iseng untuk menelan sedikit. Nggak apa-apalah..pikirnya. kumuran ketiga saat Bob ingin mengelurkannya
Bob melihat kecoa yang diam
membisu menjadi saksi perbuatan Bob barusan. Disamping itu juga ia phobia pada kecoa. Kaget bukan
kepalanglah Bob niat hati ingin menjerit namun apa daya, justru air kumuran
ketiga yang tertelan dengan totalitas. Barulah suara jeritan keluar dari
mulutnya.
“Ada
apa Bob?” tanya Mami panik sehabis berlari tergesa-gesa dari dapur. Yang
ditanya justru memasang senyum pepsodentnya. Tangan kirinya segera menarik
handuk kecil putih kering yang tergantung di kamar mandi. Lalu mengibarkannya
di depan mami.
“Mi..gara-gara kecoa Bob jadi batal
puasa, ketelen air, Mi..” fitnah Bob. Mata Mami berubah menjadi besar dengan
tatapan tajam.
“Tapi Bob nggak sengaja, Mi.. itu kumuran
yang ketiga. Cuma di kumuran kedua aja yang sengaja tapi dikit..” mata Mami pun
semakin besar sempurna.
***
Hari ketiga. Bob sudah benar-benar malu
karena semalam ia habis-habisan ditertawakan dan diejek oleh Sista Sheilla. Selain
itu ia juga dihukum oleh Mami dengan berdiri menghadap sudut tembok sampai
beristighfar 50 kali. Ia benar-benar tidak mendapatkan apapun, baik desert,
uang jajan tambahan dan pinjaman Ipod. Hanya mendapatkan lapar. Dalam hati ia
bertekad hari ini harus full puasanya sampai magrib. Saking bertekadnya crayon
berwarna merah yang ada di tangannya semakin ia tekan pada buku gambar yang
bergaris-garis melengkung berbentuk Dragon Ball yang sedang berapi-api itu.
Tiiiinggg. Seperti ada suara gelas yang
jatuh dan tergelinding. Sumber suaranya berasal dari...dapur. Siapa yang di dapur jam sebelas begini?.
Bob penasaran ia berjalan ke dapur.
“Mi..Mami..” panggil Bob. Namun tak ada
satu orangpun yang berada di dapur. Bob mencoba memanggil
lagi,”Mi..Mami..Sista..Sista Sheilla..”. Matanya menyapu seluruh dapur, tak ada
satu orang pun yang terlihat kecuali…secangkir es sirup di atas meja makan.
Keadaan rumah sedang sepi, entah pergi ke mana semua orang padahal di luar sana matahari sedang
berterik dengan mesranya kesetiap ubun-ubun kepala siapa saja yang ada di
bawahnya. Pikiran Bob sudah mulai macam-macam. Membayangkan apabila sirup
itu...
“Tidak!” lawan Bob. Tidak ia begitu dilema
dengan keadaan ini. Seperti biasa kalau sudah jam sepuluh ke atas perutnya akan
mulai berteriak dan es sirup itu…begitu menggoda.
Dengan lelehan sirup berwarna merah
menyala, berpadu apik dengan potongan buah melon dan dadu-dadu nata plus
potongan kulit jeruk sunkist manis serta juga biji selasih seperti telur kodok
bertebaran di dalamnya. Dipercantik dengan butiran-butiran air es yang
mengembun di luar gelas. Andai ada orang yang melihat wajah mupeng (muka pengen) Bob saat ini, pasti
akan tertawa sampai terpingkal-pingkal. Tidak ada yang melihat, ia sudah
pastikan itu, tidak Mami, Papi, Sista atau kecoa sekalipun. Ini kesempatan…
Tapi…di
mana Alloh? Kata papi Alloh itu ada di tempatNya, hemm.. apa ya
nama tempatnya kemarin, lupa. Tapi kata mami Alloh Maha Mengetahui dan Maha
Melihat. Sekarang, apakah Alloh sedang melihat Bob juga? Ah.. tidak!!! Maafkan
aku duhai es yang cantik, meskipun engkau sungguh menggoda dan perutku
berteriak terus, tapi Alloh melihat kita. Maafkan aku…
Dengan wajah kecewa ia tutup matanya
dengan tangan kirinya lalu tangan kanannya mengambil gelas es sirup itu. Dengan
mata yang mencuri-curi mengintip di sela-sela jari ia berjalan ke arah lemari
es. Ia buka pintu lemari es dengan tangan kirinya sambil wajahnya dipalingkan
dari tatapan es sirup itu. Maka amanlah es sirup itu ketika Bob sudah
meletakkanya di dalam lemari es dan menutup pintunya rapat-rapat. Segera ia
tinggalkan dapur yang penuh dengan godaan itu.
Sementara di sisi lain lemari es itu
ada yang sedang tertawa terpingkal-pingkal hingga sakit di bagian perutnya
bertambah menjadi dua. Satu karena ia sedang kedatangan tamu bulanan dan
satunya lagi karena tidak henti-hentinya menahan tawa geli melihat tingkah
konyol adik semata wayangnya.
***
“Mi..
Bob mana?” tanya papi. Hari ini papi pulang agak siang.
“Itu di depan TV, Pi..” Papi pun segera
pergi ke tempat yang Mami maksud. Terlihatlah Bob yang tak berbaju atasan
sedang tengkurap di atas lantai. Akhirnya Bob menemukan cara bagaimana untuk
menekan rasa panas pada perutnya dan menghilangkan sedikit teriakan perutnya.
Yaitu dengan menempelkan perut gendutnya pada lantai ubin yang dingin.
“Bob sedang apa?” tanya Papi sambil
mendekat.
Karena malu Bob pun menjawab, “Sedang
meditasi, Pi.”. Ia ingat adegan film Bobo Ho dan kawan-kawan yang sedang
berdiam diri untuk mengumpulkan tenaga dalamnya.
Papi pun hanya menahan tawa saja
mendengarnya, “Oh sedang meditasi, habis meditasi ikut Papi yuk?!”
“Ke mana?”
“Kalau mau tahu jawabannya,
bersiap-siaplah sekarang!”
Ternyata tempat yang Papi maksud adalah
masjid. Masjid yang lebih besar dibandingkan dengan masjid dulu tempat mereka
bersyahadat. Bob melihat anak-anak kecil seumurannya yang sedang asyik bermain.
Mereka berlarian kesana-kemari dengan baju koko dan busana muslimah munyil
mereka. Namun permainan mereka terhenti oleh seorang kakak-kakak muda yang
menyuruh untuk masuk ke dalam masjid.
Bob masih bertanya-tanya untuk apa ia
diajak ke sini, yang dia ingat Papi janji akan membelikan reward atas puasanya kemarin yang sampai adzan magrib. Es krim
Balckflorest kesukaannya. Bob memilih untuk diam saja, duduk manis di pangkuan
Papi.
Ketika acara dimulai, kakak-kakak muda
tadi berbicara di depan. Bob tidak terlalu tertarik dengan apa yang kakak itu
ucapkan. Beberapa menit kemudian mata Bob menajam. Ia melihat belasan anak-anak
kecil tadi berbaris rapi ke depan. Lalu mulai mengeluarkan bacaan arab yang
tidak dimengerti oleh Bob.
“Papi, apa yang mereka bacakan?”
“Itu salah satu surat di dalam Al-Qur’an,”
“Lho adalagi ya Pi surat lain, selain Al-Ikhlas, Al-Falaq dan
An-Nas?”
“Iya, ada banyak..”
“Oh..kalau yang ini namanya surat apa, Pi?”
“Ar-Rahman artinya Maha Pengasih.”
Semakin banyak ayat yang dibacakan oleh
anak-anak itu, semakin bertambah hening dan dalamlah suasana di masjid ini. Ada getar-getar aneh yang
menyusup. Muncul keinginan besar di dalam hati Bob. Baru kali ini Bob memiliki
keinginan yang lebih besar dari keinginannya menyantap makanan favoritnya atau
es segar yang begitu menggoda.
“ADA RAMADHAN ADA PERUBAHAN”