Minggu, 28 Agustus 2016

Cebisan Renungan : Susu Coklat, Papa dan Senyum Mereka

         

       Beberapa hari yang lalu, aku mengeluh dengan papa melalui telepon. Sepanjang tahun ini, aku selalu sakit setiap bulannya. Dan papa bilang, "Kalo sakit minum susu. Beli susu Yak*lt dalam seminggu beli yang satu paket itu. Minum dua botol per hari. Kalo pusing, beli susu Ult* coklat.". "Iya papa, Danti beli nanti, emang Danti akhir-akhir ini jarang minum susu.". "Iya.. apa gak ada uang ya?" tanya papa. "Ada pa, tapi dihemat, kan Danti belum penelitian dan lain-lain.". "Belilah susu itu! Jangan lupa baca bismillah, syukuri atas nikmat susu yang diminum itu sama Alloh dan doa.. doa semoga Alloh tambah lagi rezeki kita.", "Jangan pelit-pelit sama diri sendiri!".

          Sepenggal nasihat dari papa itu sekarang aku kerjakan. Dan malam ini, minum susu coklat begitu sangat amat terasa nikmat. MasyaAlloh saat susu coklat itu menyentuh setiap bagian sel-sel sensitif dari rongga mulutku. Fabiayyi alaa irobbikuma tukadzdziban? Seketika teringat waktu SMP di Depok beberpa tahun lalu. Setiap bulan papa selalu mengajak untuk belanja bulanan ke salah satu supermart yang besar di Depok. Dan papa selalu membelikan susu bantal re*lg*od yang sedang in saat itu. Susu kesukaanku adalah rasa coklat. 




         Kemudian teringatlah aku dengan tekad bulatku saat memilih masuk kuliah jurusan Teknologii Hasil Pertanian Universitas Sriwijaya tahun 2012 lalu. Aku bertekad untuk menjadi salah satu solusi untuk memperbaiki gizi anak-anak di Indonesia. Dari awal aku merasa tidak salah jurusan, hanya saja.. mentalku yang memble  saat itu. Ditambah shock culture dimana aku pernah cuti belajar selama 1 tahun. Membuat aku tidak bisa mencetak nilai terbaik di kelas, meski nilaiku juga tidak hancur-hancur juga. Aku capai itu semua dengan berusaha untuk tidak mencontek. Aku masih penasaran... sampai batas mana sebenarnya potensi yang ada di diriku? Potensi yang selalu aku merasa belum pernah kutotalitaskan. 

             Malam ini, sampai sekitar 5 menitan aku menghayati dan menikmati susu coklat ukuran sedang ini. Aku berdoa pada Alloh, "Ya Alloh.. aku syukuri segala nikmat yang telah Kau beri. Susu coklat ini sampai di tangan hamba, di tenggorakan hamba, di lambung hamba sebelumnya ada banyak tangan dan makhlukMu yang berperan. Tolong berkahi kami semua.. Berikan hamba rezeki lagi yaAlloh.. agar bisa menikmati susu coklat lagi.. rezeki susu coklat buat papa, mama, adek, nenek dan anak-anak muslim seluruh dunia. Jadikan hamba sebagar 'makelar' rezeki dan hidayah untuk hamba-hambaMu di masa depan nanti. Hamba akan sangat senang sekali, jika suatu hari nanti, hamba bisa duduk bersama meminum susu coklat dengan anak-anak kekurangan gizi di pengungsian perang atau yang sangat amat terbatas kemampuan finansialnya. Lalu kemudian berbagi cerita tentang sahabat-sahabat Rosul atau cerita lucu penghibur lara dari hati-hati yang berkecambuk luka. Sambil memegang susu coklat di tangan, terlukis senyum dan tergelak tawa dari mulut mereka. Itu ya Alloh.. itu.. sungguh-sungguh sangat membahagiakan hamba." 
             
              Cukup di sini kuakhiri do'a panjangku. Aku harus menyelesaikan tugas akhirku. Waktu terus berjalan, aku harus bekerja lebih keras, berikhtiar lebih kuat, doa dan solat yang lebih khusyuk, dan tawakal penuh atas segala pilihanNya. Aku harus berusaha lulus tahun ini. Memenuhi janjiku pada papa tersayang. 



Sabtu, 20 Agustus 2016

Adventure : Malaysia, 19-21 Maret 2016

Salah satu kenangan terbaik di tahun 2016 ini, bertemu sahabat-sahabat baru dan saling bercanda satu sama lain. Bangsa kami memang beda namun darah melayu yang menyatukan kami.
Rindu kalian semua!









Cebisan Kenangan : d'Glucose alay


        d'Glucose alay, gengs go yang kadang kalau ngumpul gak pandang tempat. Rasanya tempat itu cuma punya kita doang! Bahas banyak hal yang cuma kita doang yang ngerti, saling debat dan saling mempertanyakan pendapat. Tempat bertanya hal-hal yang paling konyol dan memalukan sekalipun. Tapi kalau ada orang yang mau gabung dalam obrolan atau diskusi kita, kita fine-fine aja kok. Bahkan dia bakal ngikut ngalay kayak kita. 
         Gak terasa waktu perpisahan kita udah cuman ngitung bulan. Ada yang udah sidang dua orang, sisanya proses penelitian dan menuju semhas dan sidang. Entah gimana akhirnya dari kisah kita, tapi cita-cita kita satu, bertetangga di syurga. Kalian adalah salah satu hadiah terbaik dari jawaban doa-doaku. Extra ordinary. Bakal kangen sama kalian nanti, Sayang kalian gengs! :*




Selasa, 16 Agustus 2016

RAMADHAN BOB

RAMADHAN BOB
         Delapan puluh lima sentimeter tingginya berpadu dengan lebar sekitar tiga puluh sentimeter.  Dengan bentuk wajah berbentuk oval yang nyaris bulat. Bibirnya yang merah sedang asyik menerima timpahan pasta. Matanya yang memang sudah sipit menjadi semakin tidak terbuka saking menikmati tarian salsa saos pasta special buatan mami selepas magrib tadi. Mami dan Papi habis dibuat tertawa saja melihat tingkah anak bungsunya yang satu ini. Sedangkan Sista Sheilla sibuk menggerutu karena sebagian pastanya raib juga dilahap Bob.
         “Bob, nikmatilah sajah pasta ityu sesukah hatimuh, because tomorrow kitha akhan berpuasah!” celoteh Sista Sheilla yang suka meniru gaya bicara Cinta Laura. Bob yang baru saja memasuki kelas satu sekolah dasar ini tak menghiraukan apa yang dikatakan oleh sistanya, ia terlampau  sibuk memilin pasta-pasta itu dengan garpu.
         “Bob?” panggil mami.
         “Bob kan sudah mulai besar, lusa kita akan memasuki bulan suci Ramadhan, Bob mau kan belajar puasa?”
         Dengan mulut yang penuh dengan pasta Bob menjawab, “Tapi kan, Bob masih kecil, Mi, baru umur enam tahun,” sambil mengangkat jari kelingking, jari manis dan jari tengah kiri dan kanannya.
         “Lho justru dari kecil harus berlatih puasanya,”
         “Nanti kalau Bob jadi kurus gimana? Nggak ada lagi yang bakal suka dengan Bob, Mi. Atau gimana kalau Bob nanti pingsan lalu mati kelaparan?” ngelesnya lebay.
         “Hahaha, justruh ketikha khau dewasa nanti, orang-orang akan mencemoohmu, because khau terlampau genduth. Berpuasalah jadi khau bisah memiliki tubuh ideal seperti sistamu ini!” serang Sista Sheilla sambil menunjukkan tubuhnya yang setebal papan selancar itu.
         “Hustt, tak baik Sista, memainkan Bob seperti itu!” sambil melirikan mata mami yang tajam. “Bob, kita wajib berpuasa karena ini perintah Tuhan kita, Alloh subhanallahu wata’ala! Selain itu, puasa tidak akan membuatmu mati kelaparan justru akan menyehatkanmu.”
         Suapan terakhir pastanya membuat Bob mengambil keputusan, “Ehmm..biar malam ini Bob coba pikirkan dulu, Mi, Pi..”
***
         Puasa pertama sungguh menjadi tekanan batin tersendiri untuk Bob. Karena ini baru tahun kedua keluarganya mencoba berpuasa semenjak Papi dan Mami memilih untuk menjadi seorang mualaf. Baru mengekorlah Sista Sheilla dan Bob hari itu juga untuk melafadzkan syahadat.
         “HELP, Mi..! Bob sudah nggak kuat!” eluhnya sambil mengibarkan sarung bantalnya yang berwarna putih.
         “Tapi ini baru jam sepuluh pagi, Bob. Ayo, anak mami pasti kuat, pasi bisa!!” motivasi Mami yang berdarah Chinese ini tujuh belas tahun lalu diperistri oleh Papi yang berasal dari Australia. Tanpa mampu banyak melawan, Bob hanya berkekuatan untuk terkapar di atas pulau kapuknya.
         Kumandang adzan bergema di seantero Kompleks Rivarisa ini. Bob seketika bangun dengan penuh semangat. Lalu berlari sekuatnya kearah dapur dan membuka pintu lemari es. Pucuk dicinta bulanpun tiba, begitulah kiranya perasaan Bob saat ini ketika berhadapan dengan secangkir es lemon tea. Tanpa basmalah ia teguk air es itu sekaligus tanpa jeda.
         “Booobbb! Apha yang khau lakukhan?”  jerit Sista Sheilla dari pintu dapur lalu menyusul mami dengan mukenanya.
         “Sista, di luar sudah berkumandang adzan, bukankah sudah saatnya berbuka?”
         “Yes, di luar memang syudah adzan taphi adzan dzuhur, Bob!”. Gubraks!
***
         Hari kedua berpuasa Bob kapok kemarin membatalkan puasa. Selepas solat tarawih di masjid semalam Mami tidak memberikan jatah bonus desert pudding coklat kesukaan Bob. Kontrak puasa yang sudah disetujui oleh Bob, Mami, Papi, dan Sista. Apabila Bob tidak full puasa maka Bob tidak akan mendapatkan bonus dari Mami berupa desert makan malam, uang jajan tambahan dari Papi dan jatah main games dari Ipod Sista Sheilla.
         Aduhh..mengapa perut ini selalu berteriak ketika jarum jam menunjukkan angka 10 dan 12..Bob harus tahan! Demi desert Mami, uang jajan tambahan dari Papi, dan Ipod Sista... Batin Bob. Selanjutnya Bob lanjutkan dalam mimpi.
         “Bob.. bangun..solat dzuhur yuk..!” suara mami lembut. Namun Bob masih asyik dengan mimpi-mimpi indahnya.
         “Bob, sudah hampir jam dua lewat, nanti ketinggalan solat dzuhurnya..” bujuk mami lagi. Mulut Bob sudah mulai bersuara dengan awalan kecapan lidah yang tidak jelas.
         “Bob lemas, Mi.. Bob nggak kuat ke kamar mandi untuk wudhu apalagi solat..”
         “Lho kok jawabnya gitu, bangun yuk anak mami sayang.. mami gendong deh ke kamar mandinya.. hayo!” rayu mami lagi. Bob pun merelakan tangannya ditarik mami ke leher depannya untuk selajutnya badan Bob digendong ke belakang badan mami.
         “Nah.. udah sampai kamar mandi deh, hayoo ambil wudhunya!”
         Bob berusaha juga untuk mengumpulkan nyawanya ketika kaki kanan dan kirinya sudah menyentuh lantai kamar mandi yang basah. Bob pun membuka keran air yang munyil tepat sejajar dengan matanya. Dengan tubuh yang masih sempoyongan ia mencuci tangannya dan mengambil sedikit air untuk dibasuh ke wajahnya. Usai itu seperti biasa yang diajarkan Mami ia mulai dengan rukun sunnah wudhunya, membasuh tangan dilanjutkan dengan berkumur-kumur. Pada saat kumuran pertama seluruhnya dikeluarkan semua kembali, kumuran kedua Bob mulai iseng untuk menelan sedikit. Nggak apa-apalah..pikirnya. kumuran ketiga saat Bob ingin mengelurkannya Bob melihat kecoa yang diam membisu menjadi saksi perbuatan Bob barusan. Disamping itu juga ia phobia pada kecoa. Kaget bukan kepalanglah Bob niat hati ingin menjerit namun apa daya, justru air kumuran ketiga yang tertelan dengan totalitas. Barulah suara jeritan keluar dari mulutnya.
         “Ada apa Bob?” tanya Mami panik sehabis berlari tergesa-gesa dari dapur. Yang ditanya justru memasang senyum pepsodentnya. Tangan kirinya segera menarik handuk kecil putih kering yang tergantung di kamar mandi. Lalu mengibarkannya di depan mami.
         “Mi..gara-gara kecoa Bob jadi batal puasa, ketelen air, Mi..” fitnah Bob. Mata Mami berubah menjadi besar dengan tatapan tajam.
         “Tapi Bob nggak sengaja, Mi.. itu kumuran yang ketiga. Cuma di kumuran kedua aja yang sengaja tapi dikit..” mata Mami pun semakin besar sempurna.
***
         Hari ketiga. Bob sudah benar-benar malu karena semalam ia habis-habisan ditertawakan dan diejek oleh Sista Sheilla. Selain itu ia juga dihukum oleh Mami dengan berdiri menghadap sudut tembok sampai beristighfar 50 kali. Ia benar-benar tidak mendapatkan apapun, baik desert, uang jajan tambahan dan pinjaman Ipod. Hanya mendapatkan lapar. Dalam hati ia bertekad hari ini harus full puasanya sampai magrib. Saking bertekadnya crayon berwarna merah yang ada di tangannya semakin ia tekan pada buku gambar yang bergaris-garis melengkung berbentuk Dragon Ball yang sedang berapi-api itu.
         Tiiiinggg. Seperti ada suara gelas yang jatuh dan tergelinding. Sumber suaranya berasal dari...dapur. Siapa yang di dapur jam sebelas begini?. Bob penasaran ia berjalan ke dapur.
         “Mi..Mami..” panggil Bob. Namun tak ada satu orangpun yang berada di dapur. Bob mencoba memanggil lagi,”Mi..Mami..Sista..Sista Sheilla..”. Matanya menyapu seluruh dapur, tak ada satu orang pun yang terlihat kecuali…secangkir es sirup di atas meja makan. Keadaan rumah sedang sepi, entah pergi ke mana semua orang padahal di luar sana matahari sedang berterik dengan mesranya kesetiap ubun-ubun kepala siapa saja yang ada di bawahnya. Pikiran Bob sudah mulai macam-macam. Membayangkan apabila sirup itu...
         “Tidak!” lawan Bob. Tidak ia begitu dilema dengan keadaan ini. Seperti biasa kalau sudah jam sepuluh ke atas perutnya akan mulai berteriak dan es sirup itu…begitu menggoda.
         Dengan lelehan sirup berwarna merah menyala, berpadu apik dengan potongan buah melon dan dadu-dadu nata plus potongan kulit jeruk sunkist manis serta juga biji selasih seperti telur kodok bertebaran di dalamnya. Dipercantik dengan butiran-butiran air es yang mengembun di luar gelas. Andai ada orang yang melihat wajah mupeng (muka pengen) Bob saat ini, pasti akan tertawa sampai terpingkal-pingkal. Tidak ada yang melihat, ia sudah pastikan itu, tidak Mami, Papi, Sista atau kecoa sekalipun. Ini kesempatan…
         Tapi…di mana Alloh? Kata papi Alloh itu ada di tempatNya, hemm.. apa ya nama tempatnya kemarin, lupa. Tapi kata mami Alloh Maha Mengetahui dan Maha Melihat. Sekarang, apakah Alloh sedang melihat Bob juga? Ah.. tidak!!! Maafkan aku duhai es yang cantik, meskipun engkau sungguh menggoda dan perutku berteriak terus, tapi Alloh melihat kita. Maafkan aku…
         Dengan wajah kecewa ia tutup matanya dengan tangan kirinya lalu tangan kanannya mengambil gelas es sirup itu. Dengan mata yang mencuri-curi mengintip di sela-sela jari ia berjalan ke arah lemari es. Ia buka pintu lemari es dengan tangan kirinya sambil wajahnya dipalingkan dari tatapan es sirup itu. Maka amanlah es sirup itu ketika Bob sudah meletakkanya di dalam lemari es dan menutup pintunya rapat-rapat. Segera ia tinggalkan dapur yang penuh dengan godaan itu.
         Sementara di sisi lain lemari es itu ada yang sedang tertawa terpingkal-pingkal hingga sakit di bagian perutnya bertambah menjadi dua. Satu karena ia sedang kedatangan tamu bulanan dan satunya lagi karena tidak henti-hentinya menahan tawa geli melihat tingkah konyol adik semata wayangnya.
***
         “Mi.. Bob mana?” tanya papi. Hari ini papi pulang agak siang.
         “Itu di depan TV, Pi..” Papi pun segera pergi ke tempat yang Mami maksud. Terlihatlah Bob yang tak berbaju atasan sedang tengkurap di atas lantai. Akhirnya Bob menemukan cara bagaimana untuk menekan rasa panas pada perutnya dan menghilangkan sedikit teriakan perutnya. Yaitu dengan menempelkan perut gendutnya pada lantai ubin yang dingin.
         “Bob sedang apa?” tanya Papi sambil mendekat.
         Karena malu Bob pun menjawab, “Sedang meditasi, Pi.”. Ia ingat adegan film Bobo Ho dan kawan-kawan yang sedang berdiam diri untuk mengumpulkan tenaga dalamnya.
         Papi pun hanya menahan tawa saja mendengarnya, “Oh sedang meditasi, habis meditasi ikut Papi  yuk?!”
         “Ke mana?”
         “Kalau mau tahu jawabannya, bersiap-siaplah sekarang!”
         Ternyata tempat yang Papi maksud adalah masjid. Masjid yang lebih besar dibandingkan dengan masjid dulu tempat mereka bersyahadat. Bob melihat anak-anak kecil seumurannya yang sedang asyik bermain. Mereka berlarian kesana-kemari dengan baju koko dan busana muslimah munyil mereka. Namun permainan mereka terhenti oleh seorang kakak-kakak muda yang menyuruh untuk masuk ke dalam masjid.
         Bob masih bertanya-tanya untuk apa ia diajak ke sini, yang dia ingat Papi janji akan membelikan reward atas puasanya kemarin yang sampai adzan magrib. Es krim Balckflorest kesukaannya. Bob memilih untuk diam saja, duduk manis di pangkuan Papi.
         Ketika acara dimulai, kakak-kakak muda tadi berbicara di depan. Bob tidak terlalu tertarik dengan apa yang kakak itu ucapkan. Beberapa menit kemudian mata Bob menajam. Ia melihat belasan anak-anak kecil tadi berbaris rapi ke depan. Lalu mulai mengeluarkan bacaan arab yang tidak dimengerti oleh Bob.
         “Papi, apa yang mereka bacakan?”
         “Itu salah satu surat di dalam Al-Qur’an,”
         “Lho adalagi ya Pi surat lain, selain Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-Nas?”
         “Iya, ada banyak..”
         “Oh..kalau yang ini namanya surat apa, Pi?”
         “Ar-Rahman artinya Maha Pengasih.”
         Semakin banyak ayat yang dibacakan oleh anak-anak itu, semakin bertambah hening dan dalamlah suasana di masjid ini. Ada getar-getar aneh yang menyusup. Muncul keinginan besar di dalam hati Bob. Baru kali ini Bob memiliki keinginan yang lebih besar dari keinginannya menyantap makanan favoritnya atau es segar yang begitu menggoda.


ADA RAMADHAN ADA PERUBAHAN”

GERBANG DESTINASI

GERBANG DESTINASI
            Balutan mukena dan sejadah menjadi saksi air mata ini tumpah. Aku ingin menuntut Tuhan. Apa yang salah dengan mimpi-mimpiku? Sehina itukah aku untuk menggapai mimpi-mimpiku?. Pengumuman SNMPTN 2011 meski sudah seminggu yang lalu tetap saja menimbulkan kecewa yang amat sangat. Dan di atas sejadah selepas isyalah tempat aku menangis dan menanyakan “Apa yang salah dengan mimpiku, Tuhan?!”
            Aku memang hanyalah gadis sederhana yang bisa dibilang mempunyai mimpi-mimpi yang begitu muluk. Ah.. sudah mati rasanya hatiku ini, apabila mendengar cemoohan dan rasa tidak percaya orang lain terhadap mimpi-mimpiku. Sudah tahan banting. Aku tidak peduli dengan semua itu, yang kuingat selalu adalah melanjutkan estapet mimpi Papa. Ya.. Papa dulu sangat menginginkan untuk melanjutkan kuliah. Namun karena keterbatasan ekonomi mimpi itu hanyalah sebuah angan-angan dari seorang anak semata wayang yang broken home. Padahal Papa terbilang siswa yang cermelang.
Bagiku, Papa dan Mama adalah segalanya. Apapun mimpi mereka akan aku coba untuk wujudkan. Akan aku banggakan dan angkat derajatnya, baik di dunia maupun di akhirat. Merekalah inspirator dan motivator sepanjang hidupku. Jadi ketika mimpi estapet ini tak terwujud, bagaimana mungkin aku tidak kecewa dan marah terhadap Tuhan. Aku sempat berpikir untuk mogok ibadah dan berteriak diam di atas sejadah pada-Nya. Seminggu lebih aku berdiam diri dalam kamar, kecewa. Meski begitu, aku selalu memunculkan wajah terseyum seperti biasa dan berpositive thinking di hadapan orangtuaku. Aku tidak ingin terlihat lemah dan menyerah untuk mimpi-mimpiku dihadapan mereka.
Satu bulan lebih cukup membuatku bosan dengan suasana ini. Sementara teman-temanku yang bernasib sama denganku, memilih menyerah dan melanjutkan kuliah di tempat lain. Aku mencoba bangkit dan menyusun rencana, aku butuh bimbingan belajar untuk SNMPTN 2012. Sempat mengutarakan keinginan ini pada orangtua, tapi justru orangtua tidak ada biaya. Maka aku memutuskan untuk bekerja. Ada beberapa tawaran kerja dari mbak-mbak yang kukenal. Baby sister, pegawai toko dan sampai penjual es puter. Tak apalah kupikir, inilah pekerjaan yang setimpal dengan ijazahku. Yang penting halal. Orangtua memberi izin untuk bekerja sebagai penjual es puter yang diolah oleh temanku sendiri di suatu organisasi remaja masjid.
Hari pertama berjualan cukup membuat aku down juga rupanya. “Ya Alloh.. siswa berprestasi nomor satu di sekolah.. seorang aktivis organisasi.. jualan es puter?”. Aku malu. Ditambah lagi dengan ada beberapa pembeli yang masih SD-SMP berkata, “Ayuk.. ayuk sudah nikah ya?”. DEG! Apalagi ini? Aku hanya tersenyum kecut sambil tangan tetap menyedok es puter ke gelas-gelas kecil. Hari-hari berlalu dengan kegiatan yang sama. Awalnya menahan malu tetapi selanjutnya, aku mulai menikmati ini. Bahkan lewat ini aku, semakin banyak memiliki waktu untuk membaca buku. Pernah dalam seminggu aku mampu membaca 4-5 buku serius dan berat.
Ditengah-tengah aktivitas berjualan itu, aku mendapat tawaran untuk menjadi relawan di BAZMA (Badan Amil Zakat Pertamina) dan Rumah Zakat. Sebagi terapis dan guru mengaji. Sehabis lelah berjualan es puter dari pagi hingga siang, sore harinya aku mengajar mengaji di suatu dusun. Ini sangat mengobati harga diri. Ya.. telah dibayar tuntas dengan kebermanfaatan diri. Aku semakin aktif di organisasi dan semakin mengolah kreatifitasku dalam menghadapi anak-anak. Suara mereka yang memanggil namaku lalu saling berebut untuk menyalimiku itu rasanya sungguh luar biasa bahagia. Sedangkan kemampuan terapis sangat berguna bagiku untuk menjaga kesehatan keluarga. Jadi dokter spesialis keluarga.
 Menghadapi masyarakat secara langsung itu sangat berbeda dengan teori-teori di sekolah yang idealis. Suasana bersaing dan saling menjelekan di belakang sudah menjadi pemandangan umum yang aku lihat di tempat berdagang. Dan bisa ditebak, aku anak bawangnya. Hanya mampu senyum-senyum saat dijodoh-jodohkan dan pura-pura  mendengar apabila pembicaraan sudah melenceng ke arah ‘rumah tangga’. Cukup menjadi pendengar yang baik dan memetik pelajaran kehidupan dari mereka.
Lima bulan menjadi waktu yang cukup untukku mengumpulkan modal untuk biaya bimbingan belajar dan hidup di Palembang. Aku berhenti bekerja sebagai penjual es puter, dan mengambil cuti untuk menjadi relawan sebagai terapis dan guru mengaji. Ini pertama kalinya aku berpisah lam dengan orangtua. Dua bulan. Maka perjuangan selanjutnya anak mama ini akan segera dimulai. Dengan seorang sahabat seperjuangan yang umurnya dua tahun lebih tua diatasku kami berangkat ke Palembang dengan modal hidup pas-pasan. Menjadi parasit di kost-kostan teman. Ini untuk yang kedua kalinya aku menahan malu lagi. Disindir oleh teman kostan bahkan oleh ibu kostnya. Meski sempat ditawari Mama untuk ditambah uang agar bisa menyewa sebuah kostan tetapi aku tolak. Biarlah ini menjadi konsekuen dari pilihanku sendiri.
Alhamdulillah, Tuhan itu Maha Baik, meski dulu aku pernah menuntut-Nya, di sini aku selalu diberi kemudahan dan kekuatan. Saudari-saudari yang begitu baik dan dengan senang hati menerima kami di kostannya. Dilayani dengan baik dan selalu disupport. Aku tidak akan melupakan kebaikan mereka semua, terutama untuk si kembar. Maka perjuangan itu terasa nikmat meski pulang pergi ke tempat bimbel berjalan kaki dari pagi hingga magrib.
Tekanan mental dan nyali ciut muncul saat di tempat bimbel. Ah.. juara satu umum di sekolah itu rasanya tak ada arti apa-apa. Jangankan bersaing nasional, saat kuis saja, nilaiku berada di urutan kedua paling akhir. Bukan hanya sekali tapi berkali-kali. Dan itu ditempel di mading. Down. Meski akhirnya aku sadar, sebagian besar teman di kelas saling bekerja sama dalam mengerjakan kuis. Wajar nilai mereka bagus-bagus. Aku tetap dalam prinsipku. Aku tidak akan tahu batas kemampuanku apabila aku berlaku curang. Apapun bentuk kecurangannya. Meski nilaiku tak menjadi bagus-bagus amet tapi aku tahu kelebihanku dimana dan bagaimana cara membuatnya unggul. Akhirnya, aku punya strategi versiku sendiri untuk menghadapi SNMPTN 2012.
Semenjak itu aku fokus lagi pada bimbelku dan hari ujianpun dimulai. Segala puji bagi-Nya, aku lancar-lancar saja dalam ujian dan prediksiku aku masuk pada pilihan kedua. Saatnya aku kembali lagi ke kampung halamanku. Kembali untuk aktivitasku dan kembali untuk memenuhi undangan pernikahannya. Aku datang langsung pada akadnya dan berdoa agar beliau lancar dalam mengucapkan akad. Hingga pernikahan itupun sah.  
Seminggu setelah itu, pengumuman SNMPTN 2012 pun diumumkan. Sama seperti setahun dulu. Untuk kedua kalinya aku masuk kamar dan menguncinya. Aku tenggelam dalam sujud panjang ditemani air mata. Dan di sinilah aku sekarang memeluk mimpiku, di destinasi pertama. Gerbang impianku. Segala puji bagi Alloh, Tuhan Semesta Alam, tempat setiap hamba bergantung dan memohon pertolongan. Engkau yang memilikiku, jadikan aku ridho dengan segala keputusanmu, sehingga aku tidak mempercepat apa yang Kau perlambat dan memperlambat apa yang Kau percepat.


*PERJUANGAN DIMULAI!*