Selasa, 16 Agustus 2016

RAMADHAN BOB

RAMADHAN BOB
         Delapan puluh lima sentimeter tingginya berpadu dengan lebar sekitar tiga puluh sentimeter.  Dengan bentuk wajah berbentuk oval yang nyaris bulat. Bibirnya yang merah sedang asyik menerima timpahan pasta. Matanya yang memang sudah sipit menjadi semakin tidak terbuka saking menikmati tarian salsa saos pasta special buatan mami selepas magrib tadi. Mami dan Papi habis dibuat tertawa saja melihat tingkah anak bungsunya yang satu ini. Sedangkan Sista Sheilla sibuk menggerutu karena sebagian pastanya raib juga dilahap Bob.
         “Bob, nikmatilah sajah pasta ityu sesukah hatimuh, because tomorrow kitha akhan berpuasah!” celoteh Sista Sheilla yang suka meniru gaya bicara Cinta Laura. Bob yang baru saja memasuki kelas satu sekolah dasar ini tak menghiraukan apa yang dikatakan oleh sistanya, ia terlampau  sibuk memilin pasta-pasta itu dengan garpu.
         “Bob?” panggil mami.
         “Bob kan sudah mulai besar, lusa kita akan memasuki bulan suci Ramadhan, Bob mau kan belajar puasa?”
         Dengan mulut yang penuh dengan pasta Bob menjawab, “Tapi kan, Bob masih kecil, Mi, baru umur enam tahun,” sambil mengangkat jari kelingking, jari manis dan jari tengah kiri dan kanannya.
         “Lho justru dari kecil harus berlatih puasanya,”
         “Nanti kalau Bob jadi kurus gimana? Nggak ada lagi yang bakal suka dengan Bob, Mi. Atau gimana kalau Bob nanti pingsan lalu mati kelaparan?” ngelesnya lebay.
         “Hahaha, justruh ketikha khau dewasa nanti, orang-orang akan mencemoohmu, because khau terlampau genduth. Berpuasalah jadi khau bisah memiliki tubuh ideal seperti sistamu ini!” serang Sista Sheilla sambil menunjukkan tubuhnya yang setebal papan selancar itu.
         “Hustt, tak baik Sista, memainkan Bob seperti itu!” sambil melirikan mata mami yang tajam. “Bob, kita wajib berpuasa karena ini perintah Tuhan kita, Alloh subhanallahu wata’ala! Selain itu, puasa tidak akan membuatmu mati kelaparan justru akan menyehatkanmu.”
         Suapan terakhir pastanya membuat Bob mengambil keputusan, “Ehmm..biar malam ini Bob coba pikirkan dulu, Mi, Pi..”
***
         Puasa pertama sungguh menjadi tekanan batin tersendiri untuk Bob. Karena ini baru tahun kedua keluarganya mencoba berpuasa semenjak Papi dan Mami memilih untuk menjadi seorang mualaf. Baru mengekorlah Sista Sheilla dan Bob hari itu juga untuk melafadzkan syahadat.
         “HELP, Mi..! Bob sudah nggak kuat!” eluhnya sambil mengibarkan sarung bantalnya yang berwarna putih.
         “Tapi ini baru jam sepuluh pagi, Bob. Ayo, anak mami pasti kuat, pasi bisa!!” motivasi Mami yang berdarah Chinese ini tujuh belas tahun lalu diperistri oleh Papi yang berasal dari Australia. Tanpa mampu banyak melawan, Bob hanya berkekuatan untuk terkapar di atas pulau kapuknya.
         Kumandang adzan bergema di seantero Kompleks Rivarisa ini. Bob seketika bangun dengan penuh semangat. Lalu berlari sekuatnya kearah dapur dan membuka pintu lemari es. Pucuk dicinta bulanpun tiba, begitulah kiranya perasaan Bob saat ini ketika berhadapan dengan secangkir es lemon tea. Tanpa basmalah ia teguk air es itu sekaligus tanpa jeda.
         “Booobbb! Apha yang khau lakukhan?”  jerit Sista Sheilla dari pintu dapur lalu menyusul mami dengan mukenanya.
         “Sista, di luar sudah berkumandang adzan, bukankah sudah saatnya berbuka?”
         “Yes, di luar memang syudah adzan taphi adzan dzuhur, Bob!”. Gubraks!
***
         Hari kedua berpuasa Bob kapok kemarin membatalkan puasa. Selepas solat tarawih di masjid semalam Mami tidak memberikan jatah bonus desert pudding coklat kesukaan Bob. Kontrak puasa yang sudah disetujui oleh Bob, Mami, Papi, dan Sista. Apabila Bob tidak full puasa maka Bob tidak akan mendapatkan bonus dari Mami berupa desert makan malam, uang jajan tambahan dari Papi dan jatah main games dari Ipod Sista Sheilla.
         Aduhh..mengapa perut ini selalu berteriak ketika jarum jam menunjukkan angka 10 dan 12..Bob harus tahan! Demi desert Mami, uang jajan tambahan dari Papi, dan Ipod Sista... Batin Bob. Selanjutnya Bob lanjutkan dalam mimpi.
         “Bob.. bangun..solat dzuhur yuk..!” suara mami lembut. Namun Bob masih asyik dengan mimpi-mimpi indahnya.
         “Bob, sudah hampir jam dua lewat, nanti ketinggalan solat dzuhurnya..” bujuk mami lagi. Mulut Bob sudah mulai bersuara dengan awalan kecapan lidah yang tidak jelas.
         “Bob lemas, Mi.. Bob nggak kuat ke kamar mandi untuk wudhu apalagi solat..”
         “Lho kok jawabnya gitu, bangun yuk anak mami sayang.. mami gendong deh ke kamar mandinya.. hayo!” rayu mami lagi. Bob pun merelakan tangannya ditarik mami ke leher depannya untuk selajutnya badan Bob digendong ke belakang badan mami.
         “Nah.. udah sampai kamar mandi deh, hayoo ambil wudhunya!”
         Bob berusaha juga untuk mengumpulkan nyawanya ketika kaki kanan dan kirinya sudah menyentuh lantai kamar mandi yang basah. Bob pun membuka keran air yang munyil tepat sejajar dengan matanya. Dengan tubuh yang masih sempoyongan ia mencuci tangannya dan mengambil sedikit air untuk dibasuh ke wajahnya. Usai itu seperti biasa yang diajarkan Mami ia mulai dengan rukun sunnah wudhunya, membasuh tangan dilanjutkan dengan berkumur-kumur. Pada saat kumuran pertama seluruhnya dikeluarkan semua kembali, kumuran kedua Bob mulai iseng untuk menelan sedikit. Nggak apa-apalah..pikirnya. kumuran ketiga saat Bob ingin mengelurkannya Bob melihat kecoa yang diam membisu menjadi saksi perbuatan Bob barusan. Disamping itu juga ia phobia pada kecoa. Kaget bukan kepalanglah Bob niat hati ingin menjerit namun apa daya, justru air kumuran ketiga yang tertelan dengan totalitas. Barulah suara jeritan keluar dari mulutnya.
         “Ada apa Bob?” tanya Mami panik sehabis berlari tergesa-gesa dari dapur. Yang ditanya justru memasang senyum pepsodentnya. Tangan kirinya segera menarik handuk kecil putih kering yang tergantung di kamar mandi. Lalu mengibarkannya di depan mami.
         “Mi..gara-gara kecoa Bob jadi batal puasa, ketelen air, Mi..” fitnah Bob. Mata Mami berubah menjadi besar dengan tatapan tajam.
         “Tapi Bob nggak sengaja, Mi.. itu kumuran yang ketiga. Cuma di kumuran kedua aja yang sengaja tapi dikit..” mata Mami pun semakin besar sempurna.
***
         Hari ketiga. Bob sudah benar-benar malu karena semalam ia habis-habisan ditertawakan dan diejek oleh Sista Sheilla. Selain itu ia juga dihukum oleh Mami dengan berdiri menghadap sudut tembok sampai beristighfar 50 kali. Ia benar-benar tidak mendapatkan apapun, baik desert, uang jajan tambahan dan pinjaman Ipod. Hanya mendapatkan lapar. Dalam hati ia bertekad hari ini harus full puasanya sampai magrib. Saking bertekadnya crayon berwarna merah yang ada di tangannya semakin ia tekan pada buku gambar yang bergaris-garis melengkung berbentuk Dragon Ball yang sedang berapi-api itu.
         Tiiiinggg. Seperti ada suara gelas yang jatuh dan tergelinding. Sumber suaranya berasal dari...dapur. Siapa yang di dapur jam sebelas begini?. Bob penasaran ia berjalan ke dapur.
         “Mi..Mami..” panggil Bob. Namun tak ada satu orangpun yang berada di dapur. Bob mencoba memanggil lagi,”Mi..Mami..Sista..Sista Sheilla..”. Matanya menyapu seluruh dapur, tak ada satu orang pun yang terlihat kecuali…secangkir es sirup di atas meja makan. Keadaan rumah sedang sepi, entah pergi ke mana semua orang padahal di luar sana matahari sedang berterik dengan mesranya kesetiap ubun-ubun kepala siapa saja yang ada di bawahnya. Pikiran Bob sudah mulai macam-macam. Membayangkan apabila sirup itu...
         “Tidak!” lawan Bob. Tidak ia begitu dilema dengan keadaan ini. Seperti biasa kalau sudah jam sepuluh ke atas perutnya akan mulai berteriak dan es sirup itu…begitu menggoda.
         Dengan lelehan sirup berwarna merah menyala, berpadu apik dengan potongan buah melon dan dadu-dadu nata plus potongan kulit jeruk sunkist manis serta juga biji selasih seperti telur kodok bertebaran di dalamnya. Dipercantik dengan butiran-butiran air es yang mengembun di luar gelas. Andai ada orang yang melihat wajah mupeng (muka pengen) Bob saat ini, pasti akan tertawa sampai terpingkal-pingkal. Tidak ada yang melihat, ia sudah pastikan itu, tidak Mami, Papi, Sista atau kecoa sekalipun. Ini kesempatan…
         Tapi…di mana Alloh? Kata papi Alloh itu ada di tempatNya, hemm.. apa ya nama tempatnya kemarin, lupa. Tapi kata mami Alloh Maha Mengetahui dan Maha Melihat. Sekarang, apakah Alloh sedang melihat Bob juga? Ah.. tidak!!! Maafkan aku duhai es yang cantik, meskipun engkau sungguh menggoda dan perutku berteriak terus, tapi Alloh melihat kita. Maafkan aku…
         Dengan wajah kecewa ia tutup matanya dengan tangan kirinya lalu tangan kanannya mengambil gelas es sirup itu. Dengan mata yang mencuri-curi mengintip di sela-sela jari ia berjalan ke arah lemari es. Ia buka pintu lemari es dengan tangan kirinya sambil wajahnya dipalingkan dari tatapan es sirup itu. Maka amanlah es sirup itu ketika Bob sudah meletakkanya di dalam lemari es dan menutup pintunya rapat-rapat. Segera ia tinggalkan dapur yang penuh dengan godaan itu.
         Sementara di sisi lain lemari es itu ada yang sedang tertawa terpingkal-pingkal hingga sakit di bagian perutnya bertambah menjadi dua. Satu karena ia sedang kedatangan tamu bulanan dan satunya lagi karena tidak henti-hentinya menahan tawa geli melihat tingkah konyol adik semata wayangnya.
***
         “Mi.. Bob mana?” tanya papi. Hari ini papi pulang agak siang.
         “Itu di depan TV, Pi..” Papi pun segera pergi ke tempat yang Mami maksud. Terlihatlah Bob yang tak berbaju atasan sedang tengkurap di atas lantai. Akhirnya Bob menemukan cara bagaimana untuk menekan rasa panas pada perutnya dan menghilangkan sedikit teriakan perutnya. Yaitu dengan menempelkan perut gendutnya pada lantai ubin yang dingin.
         “Bob sedang apa?” tanya Papi sambil mendekat.
         Karena malu Bob pun menjawab, “Sedang meditasi, Pi.”. Ia ingat adegan film Bobo Ho dan kawan-kawan yang sedang berdiam diri untuk mengumpulkan tenaga dalamnya.
         Papi pun hanya menahan tawa saja mendengarnya, “Oh sedang meditasi, habis meditasi ikut Papi  yuk?!”
         “Ke mana?”
         “Kalau mau tahu jawabannya, bersiap-siaplah sekarang!”
         Ternyata tempat yang Papi maksud adalah masjid. Masjid yang lebih besar dibandingkan dengan masjid dulu tempat mereka bersyahadat. Bob melihat anak-anak kecil seumurannya yang sedang asyik bermain. Mereka berlarian kesana-kemari dengan baju koko dan busana muslimah munyil mereka. Namun permainan mereka terhenti oleh seorang kakak-kakak muda yang menyuruh untuk masuk ke dalam masjid.
         Bob masih bertanya-tanya untuk apa ia diajak ke sini, yang dia ingat Papi janji akan membelikan reward atas puasanya kemarin yang sampai adzan magrib. Es krim Balckflorest kesukaannya. Bob memilih untuk diam saja, duduk manis di pangkuan Papi.
         Ketika acara dimulai, kakak-kakak muda tadi berbicara di depan. Bob tidak terlalu tertarik dengan apa yang kakak itu ucapkan. Beberapa menit kemudian mata Bob menajam. Ia melihat belasan anak-anak kecil tadi berbaris rapi ke depan. Lalu mulai mengeluarkan bacaan arab yang tidak dimengerti oleh Bob.
         “Papi, apa yang mereka bacakan?”
         “Itu salah satu surat di dalam Al-Qur’an,”
         “Lho adalagi ya Pi surat lain, selain Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-Nas?”
         “Iya, ada banyak..”
         “Oh..kalau yang ini namanya surat apa, Pi?”
         “Ar-Rahman artinya Maha Pengasih.”
         Semakin banyak ayat yang dibacakan oleh anak-anak itu, semakin bertambah hening dan dalamlah suasana di masjid ini. Ada getar-getar aneh yang menyusup. Muncul keinginan besar di dalam hati Bob. Baru kali ini Bob memiliki keinginan yang lebih besar dari keinginannya menyantap makanan favoritnya atau es segar yang begitu menggoda.


ADA RAMADHAN ADA PERUBAHAN”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar